Tanpa Alibi

Hari ini adik tingkat bertanya tentang sebenarnya "Apakah cinta itu bisa tanpa alasan?". Jawaban ini berangkat dari sebuah karya Jacques Derrida yang berjudul Without Alibi. Dalam buku tersebut berisikan tentang tulisan sejarah akan kebohongan, tentang kesucian yang tidak berdasar. Yang jelas sebuah penajaman kembali tenang eksistensialisme yang muncul begitu saja.

Lalu apakah cinta itu merupakan bentuk spontanitas, cinta datang begitu saja? Mungkin kerangka ini didekati dengan menthode Heidegger untuk bereksistensi yaitu kecemasan. Sayangnya kecemasan menurut Heidegger lebih divine, hal ini seolah sebuah Ada (dasein), diberikan begitu saja dalam bentuk keterlemparan yang lebih kita sebut sebagai kecemasan. (Angst). Lalu bagaimana dengan cinta? Jika Heidegger ditanya tentang cinta, dugaan saya dia akan menjawab, "es ist die größte Angst" itu merupakan kecemasan terbesar. Cinta adalah cara manusia untuk berekistensi. Ada berada dalam kondisi prareflektif, bahkan sekalipun kita memiliki framwork untuk menjelaskan tentang makna ada kita tidak akan sampai pada kesadaran apa itu ada(et cit von der manningfachen bedeutung des Seinden nach Aristoteles karya Frans Celemen Bretano). L'existence precede l'essence, eksistensi mendahului esensi begitulah ungkap Jean Paul Sartre dalam etre et la neant, seolah dia ingin memanjangkan lidah Heiddeger bahwa setiap nilai hanyalah muncul dari interpretasi tentang eksistensi kita pada dasein.

Cinta mendahului segalanya, ketika kita melihat itu sebagai cara kita untuk berada di dunia sang Ada. Lalu apa maksudnya? Jika alasan mempengaruhi cinta, yang notabennya merupakan eksistensi, kondisi yang beralasan ada dalam kerangka reflektif untuk itu cinta tidak bisa dikatakan ada. Jadi pendapat saya, "Cinta memang datang begitu saja, seperti dasein. Apalagi itu grosste Angst." Setiap nilai dan makna muncul ketika kita menyikapi cinta, karena masa ditentukan dari bagaimana kita mencintai.

Lanjut. . .

Walau buku das Kapital, Marx cukup panjang lebar tapi satu yang paling jelas dari apa yang ingin disampaikan marx. Dunia memang absurd, tapi salah satu yang terbaik sembari kita menunggu mati adalah dengan mencintai pekerjaan. Lalu kenapa saya bahas karya Marx itu? Yang jelas saya hanya ingin mengatakan bahwa mungkin benar kata Soren Kierkegaard, diamana ketika manusia dikutuk untuk salah (hidup salah, mati juga salah), solusi terbaik adalah dengan mencintai. Jika cinta itu beralasan, saya rasa itu bukan sebuah solusi terbaik.

Sekalipun cinta dan benci tidak saling bertolak belakang, lalu bagaimana kita membahas tentang kebencian. Kebencian akan mengejawantahkan dirinya kedalam diri kita untuk memberikan sikap penolakan pada eksistensi, mengingat salah satu cara membentuk masa depan adalah dengan menginterpretasikan Dasein, menurut Heidegger. Kebencian akan menutup diri kita untuk mengafirmasi Dasein hingga kita tidak mampu membentuk masa depan dengan interpretasi tadi, untuk itu cinta diperlukan dalam proses affirmatif, karena kecendrungan cinta yang menimbulkan sikap affirmatif ini kita akan membangun masa depan.

Comments

Popular posts from this blog

Apolonian dan Dynosian Sekaligus

Install Driver WiFi

Privacy ADB GMS