Kenangan pertama Ikhya Ulumudin


Aku masih ingat waktu itu, hujan rintik-rintik aku berjalan dari desa kalibeber menuju ke alun-alun Wonosobo, aku hanya teringat waktu itu aku hanya sedang ingin mencari buku berjudul Ihya Ulumudin, sayang harganya sangat tinggi yaitu 1.200.000, ternyata itu kitab 9 jilid. Sebenarnya buya punya kitab yang asli 4 jus dalam bahasa Arab tapi karena aku belum cukup jago untuk membaca dan menafsirkan kitab gundul akhirnya aku cari saja yang versi Indonesia, walaupun saya berhasil menemukan 3 jilid saja yang masih pecahan dari kitab, tapi saya merasa beruntung karena saya bisa mendapatkan bagian dari kitab ikhya ulumudin itu. Ada jilid ke 1, 2, 6 dan 9.
Itu jilid pertama, yang membahas tentang ketauhidan disana ada pembahasan tentang Tuhan yang merupakan substansi, dan segalanya merupakan aksi dari Tuhan. Sayangnya saya tidak lupa apa saja kontentnya tapi jika saya di test tentang kitab itu mungkin saya masih bisa menjawab pertanyaan itu, walaupun mungkin juga itu sebuah salah tafsir. Dalam kitab tersebut ditulis bahwa pentingnya menuntut ilmu, bahwa matinya seorang ulama (ahli ilmu) itu bernilai lebih dengan kematian 70 orang zahid. Dan laknat bagi orang yang berilmu untuk yang tidak mengamalkan ilmunya, tapi ada yang lebih menarik lagi dari konten kitab Ikhya Ulumudin itu yaitu larangan seorang ulama untuk mendatangi seorang umara (penguasa). Mungkin ini ada kaitan tentang apa yang ingin disampaikan Michael Foucoult dalam Arkaeologi of Knowledge, bahwa ilmu tidak bisa bersifat netral. Sebuah ilmu memiliki kekuatan, untuk itu mungkin imam Ghozali ingin menolak penggunaan kekuatan oleh penguasa, mungkin karena sifat dari tabiat manusia yang mengikuti libido harus dibatasi (dalam jilid 2), dan untuk itu ilmu tidak boleh sembarangan untuk digunakan dalam libido.
Aku masih teringat bahwa konten dari kitab tersebut mengajarkan kita untuk menghormati guru, sang pemberi ilmu. Ada 3 tipikal orang tua yang dijelaskan yaitu orang tua kandung, orang tua guru, dan orang tua wali nikah. Dan kita harus menghargai orang tua guru karena memberikan ilmu, tapi jika orang tua kandung juga memberikan ilmu pasti itu lebih utama, apalagi sekalian orang tua sebagai wali nikah wkwkwk.
Ada beberapa bagian bahwa banyak makan dan tidur akan menghambat ilmu, untuk itu seorang pelajar harusnya berpuasa ketika menuntut ilmu. Niat dalam belajar memang penting, aku masih teringat tentang kisah seorang murid yang ingin pergi ke suatu tempat dan dimarahi oleh gurunya, berikut cerita dalam kitab ikhya ulumudin tersebut,
Suatu hari ada seorang murid yang ingin pergi ke suatu tempat (saya lupa nama tempat tersebut), dia pergi dengan berperjalanan jauh dan diperkirakan membutuhkan 80 hari untuk sampai pada tempat tersebut. Lalu dia menyiapkan perbekalan untuk sampai pada tempat tersebut, suatu hari datang gurunya dan memarahinya,
“Apa yang kau bawa?”, tanya sang guru
“Bekal perjalanan guru.”
“Apakah niatmu tidak cukup untuk sampai ketempat tersebut. ” marah sang guru.
Jadi begitulah ceritanya, memang begitu menarik pembahasan tentang niat yang diutarakan oleh Imam Ghozali, tapi memang seperti itu ceritanya. Niat harus kuat dalam belajar.

Comments

Popular posts from this blog

Apolonian dan Dynosian Sekaligus

Install Driver WiFi

Privacy ADB GMS