Nilai dan Komitmen
Siapa
yang mengerti tentang Cinta, bahwa pengertian tentang cinta adalah
bentuk kelupaan akan cinta itu sendiri, munkgin seperti itulah jika
Heidegger ditanya tentang apa itu cinta. Tapi sebenernya itu kalimat
yang dijelaskan oleh Heidegger untuk membahas tentang sejarah.
Pengertian tentang sejarah, pembahasan tentang sejarah adalah bentuk
kelupaan kita akan sejarah itu sendiri.
Setiap individu berhak untuk memiliki
karakteristiknya sendiri. Hidup bukan tentang “Nilai apa yang
paling benar?”, tetapi
bagaimana kita menjalani nilai yang kita anut. Menjalani nilai yang
kita anut berarti kita bereksistensi pada hidup itu sendiri. Hidup
itu absurd, seperti yang dijelaskan oleh Albert Camus dalam Myth of
Sisifus, hidup hanya sekedar menunggu kematian. Kita dituntut untuk
menjalakan kehidupan seperti mendorong bola batu besar untuk sampai
pada puncak gunung lalu diturunkan kembali ke dasar gunung, lalu kita
mendorongnya keatas lagi, begitu berulang terus menerus. Kadang suka
kadang duka, kadang suka terus kadang duka terus, dan memang
begitulah, hingga akhirnya semua terputus dengan kematian. Lalu
bagaimana dengan sisifus yang tidak bisa mati karena dikutuk untuk
tidak bisa mati, hingga dia menyadari bahwa hidupnya dikutuk untuk
melakukan hal yang sia-sia. Nilai tidak dimatikan, dan selalu
berkembang, sebuah ruh absolute berada pada perkembangannya,
mengembang lalu mengempis begitu berulang-ulang, hingga menjadi
dialektika antara kesadaran partikular dan kesadaran absolute, G. W.
F Hegel. Nilai terus diperbaharui dan hingga akhirnya nilai memang
hanya bergerak begitu melulu saja, kebijaksanaan tidak membuat nilai
menjadi lepas dari penderitaan, dia selalu mengejar puncak lalu
kemudian jatuh ketika tidak memenuhi keinginan, layaknya Sisifus yang
menggulingkan batu itu.
Mungkin benar, bahwa
bunuh diri bisa menjadi salah satu solusi untuk mengahiri kesia-siaan
dalam kehidupan, sesuatu yang terus menuntut kita untuk menguji nilai
apa yang paling benar di dunia ini. Hingga akhirnya nilai tersebut
tidak pernah sampai pada puncak apa yang paling kita harapkan,
kalaupun memang sampai pada puncak yang kita harapkan kitapun akan
menyadari bahwa kita memang mengharapkan nilai yang lebih puncak dari
apa yang kita sampai tadi, disitu kita menyadari bahwa ego kita telah
menginginkan sesuatu yang puncak lagi. Begitu berangsur pada akhirnya
setiap rasionalitas menjadi buntu pada irrasionalitas yang
mengajaknya untuk mencari lebih. Hingga kita sadari kita memang tidak
akan pernah sampai pada nilai yang paling tetap, dan tidak ada cara
lain selain menjalani nilai yang kita anut. Tapi dengan begitu
manusia menjadi berkembang, bekerja, dan yang pasti belajar.
Beragam cara
dilakukan oleh para pencinta kebijaksanaan (Filsuf), untuk menyikapi
keabsurdan ini. Dia menanamkan nilai yang meyakinkan banyak orang
bahwa menikmati kehidupan yang paling baik adalah yang seperti ini
dan itu, walaupun mereka pada akhirnya menyadari bahwa setiap orang
bebas untuk menikmati gaya mereka sendiri, dan yang jelas mereka
hanya ingin melerai orang yang berkonflik karena ketidak senangannya
pada yang lainnya. Komunisme yang menolak kapitalsme, dan kapitalisme
yang menolak komunisme, semuanya memiliki gayanya sendiri, dan bebas
untuk memilih jalannya, walau itu juga berarti mereka bebas untuk
saling berkonflik satu sama lain.
Comments
Post a Comment