Sang Penari
Nietzsche pernah berujar bahwa dirinya hanya mau
menyembah Tuhan yang menari. Lalu apakah Nietzsche seorang penggemar
artis korea yang jago menari dan banyak hal, yang pasti mereka banyak
skill. Menari sebagai representasi dari bentuk kemabukan dari
cintanya, Cinta yang transenden, hingga dia lenyap pada dirinya dan
tak sadarkan diri, apakah juga berarti ini bentuk ketidak tahuan diri
seorang Dyonisus.
Ekstase yang dirasakan, merupakan salah satu
pengalaman terbesar dari kehidupan manusia, dia telah menyatu pada
apa yang dia cintainya, sebuah ke-Majnunan yang terepresentasi pada
tarian sufi akan dzat sang Laila. Ekstase adalah pemujaan, sebuah
pelenyapan dari ego diri kita pada sang Dzat yang Maha Ada, kita
lenyap dalam keheningan, dan memutar dalam tarian, mungkin seperti
itulah yang dirasankan Rumi, dalam Whirling Dance nya. Ego telah
dilenyapkan dan hanya sang Cinta yang menggerakan tubuhku, dan Aku
menari.
Lalu bagaimana dengan keahlian dari para seleb
korea tersebut, mereka menari, apakah juga merupakan tarian sufistik,
sebuah manifestasi dari bentuk Cinta ilahiah yang membuatnya tergerak
dalam ketersimaan yang mendalam hingga melupakan dirinya? Atau
sebatas penampilan pengirim musik biasa yang ditampilkan hanya untuk
menunjukan dirinya pada penggemar dalam kerangka pasar? Seni memang
bertingkat dan seni memang methode untuk menjadi dirinya sendiri,
jelas karena seni membutuhkan sang Aku didalam seni itu sendiri.
Walau pun jelas bahwa hal itu berbeda dengan tarian mistik Rumi, tapi
setiap yang dilakukan dalam memenuhi Ego tidak akan sampai pada
kesadaran yang Divine, mungkin.
Lalu apakah aku ingin memotong ego dalam seni,
apakah Aku yang saya angkat disini menunjukan bahwa adanya paradoks
tentang aku, bahwa seni harus melepaskan aku, Aku (dalam huruf A
besar) dan aku (a dalam huruf) kecil berbeda. Aku (dalam A huruf
besar) menujukan dirikita ber-Ada dalam tarian yang dia lakukan
(secara kesadaran dia menghayati tariannya), sementara aku (aku dalam
a huruf kecil) menunjukan bahwa tarian yang dia lakukan adalah sebuah
sikap keterpaksaan dari sang penari (dia tidak menghayati tariannya).
Manusia memang seorang penari, kita melihat setiap
kehidupan kita penuhi dengan tarian kita. Kita menari dalam bentuk
pergi ke sekolah, kita menari dalam bentuk bekerja, kita menari dalam
mengerjakan soal ujian, tapi kualitas menari ditentukan oleh
tariannya (setiap seni memiliki tingkatan kata Nietzsche), dan yang
jelas manusia telah telanjang dengan tariannya. Ada yang menari
sebagai seorang guru, ada yang menari sebagai seorang dosen, ada yang
menari sebagai seorang mahasiswa. Terkadang kita lupa dimana dan
bagaimana kita menari, bentuk kelupaan tarian ini terepresentasi dari
sikap merasa asing dengan tarian kita, walaupun ini juga termasuk
bentuk kelupaan yang disadari (Mindfullness), kita lupa karena
melihat sesuatu diluar diri kita, hingga kita lupa untuk menari juga
(lupa untuk ber-Ada di dunia) dan tidak menerima diri kita, ini
merupakan penyebab orang untuk tidak bisa mencintai hidup, hingga
pada akhirnya kita menyadari kita juga bagian dari sang Penari dengan
menjadi diri sendiri, untuk mencintai hidup (L’etre pour soi for
Amor Fati).
Comments
Post a Comment