Soe Hoek Gie Kurang Baca buku

Begitulah mungkin setelah menonton film Gie dan membaca buku Catatan Seorang Demonstran. Apa yang membuatnya terkenal adalah lengsernya Soekarno di tahun 1965, tapi tanpa Soe Hoek Gie sekalipun Soekarno pasti akan lengser tahun itu. Ada beberapa hal yang menunjukan bahwa Soe Hok Gie kurang baca buku.

Politik itu kotor.

Politik berasal dari kata polis atau yang disebutkan oleh Hannah Arendt adalah ruang publik. Tujuan dari politik adalah mendekonstruksi nilai-nilai ekonomi, untuk dibawa ke ruang publik. Bagi Hannah Arendt polis adalah sesuatu yang suci, semua dianggap sama rata dan boleh berpendapat dalam polis tapi semua akan berubah ketika orang di polis kembali ke rumah tangga masing masih, akan ada methode untuk membangun kekuatan yang sering disebut sebagai ekonomi. Politik digunakan untuk melihat sesuatu di ruang banyak orang agar menjadi transparant. Tapi Soe Hok Gie mengatakan bahwa "Politik itu kotor". Soe Hok Gie jelas kurang belajar, bahkan tidak membaca buku karya Hannah Arendt.

Kebebasan

Soe Hok Gie kembali blunder dengan kalimat kebebasan. Kali ini tidak membaca karya Jean-Paul-Sartre yang berjudul L'Etre et La Neant di bagian etre avoir dan faire. Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilakukan secara individu, dan dia mengungkapkan bahwa setiap orang berhak menentukan nasibnya masing-masing, iya saya setuju dengan itu namun itu era tahun 65 dimana selain kolonialisme masih berbau, tapi pertentangan antara ideologi masih kentara disana. Andai semua orang berpikiran seperti Soe Hok Gie, mungkin orang tidak akan bergerak secara terstruktur dan tidak melepaskan diri dari penjajahan.Yah hal ini menimbulkan dampak setelah tahun 65 pandangan Soe Hok Gie ini membuat asing lebih mudah masuk untuk mengambil resource dari Indonesia. Kita lihat dari pandangannya bahwa setiap orang berhak untuk mengambil nasibnya masing-masing, kemudian orang asing membayar segelintir orang untuk berinverstasi dan pandangannya membuat Indonesia kemabali ke negara kolonial seperti sekarang, sebenarnya lebih mirip dengan dengan Imperialisme. 

Kebebasan itu bukan sekadar perilaku individualistik, jika dia membaca karya sartre tadi mungkin dia akan mengganti kalimat, "Kebebasan butuh perjuangan." Dia melewatkan pemikiran kebebasan fundamen yang ingin di ungkapkan Sartre. Jelas karena Soe Hok Gie kurang baca buku.

Berafiliasi Dengan Militer

Sepertinya Soe Hok Gie kurang percaya diri dengan intelektualitasnya sehingga dia berkoalisi dengan militer. Kalau dia membaca karya sartre tadi harusnya ini tidak terjadi, karena kebebasan itu butuh perjuangan,  Militer itu punya simbol senjata, senjata itu simbol kekerasan. Dan ini adalah blunder akademis yang terunik, karena Soe Hok Gie dikenal sebagai orang yang melawan tirani, tapi yang dia gandeng adalah militer. Sepertinya Soe Hok Gie lebih cocok jadi komedian.

Comments

Popular posts from this blog

Apolonian dan Dynosian Sekaligus

Install Driver WiFi

Privacy ADB GMS