Membaca Soekarno#4

Membahas Soekarno memang awalnya menarik, bagaimana kita bisa melihat beragam pemikir dunia yang di bendel melalui tulisannya. Sebuah methode untuk keliling dunia secara murah. Cukup dengan membayar sejumlah uang kita bisa melakukan ziarah perjuangan beragam masyarakat di dunia. Mulai dari Kemerdekaan Indonesia, Filiphina, India dan sebagainya. Beragam kekuarang barat dan kelebihannya tersaji dalam analisanya. Hanya saja cukup membosankan karena tulisan Sukarno mulai mudah untuk di tebak. Jika pada awal membaca anda akan terkesima bagaimana pemikiran Soekarno yang kaya. Tapi pada pertengahan seolah pemikirannya itu telus berulang. Tidak enak untuk dibaca linear untuk sekali selesai, alias membosankan.


Sebenarnya tulisan ini bukan beride dari Soekarno, tapi dari Emha Ainun Najib. Terkadang saya mengalami kegelisahan yang memerlukan jawaban, tapi jawaban cepat yang ingin diselesaikan justru terkadang menimbulkan pertanyaan baru dan lebih susah untuk diselesaikan. Emha alias Cak Nun mengajarkan tentang menyelesaikan masalah dengan methafisika melalui Al-Quran. Menarik? Untuk seorang agamis pada kenaifan pertama mungkin mengatakan "menarik" tapi tanpa memahami apa yang dikatakan sebagai "menarik" (Baca Riceour). Tapi pada kenaifan berikutnya, tentunya melaui pandangan yang lebih mendalam seperti menggunakan methafisika model Heidegger akan terasa benar-benar menarik.

 
Cak Nun menjelaskan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan maka tutuplah mata dan serahkan seutuhnya pada Gusti Allah dan buka saja lalu baca. Dalam kontext akademis kita akan memandang beragam macam teknik analisa untuk menjelaskan kasus tersebut seperti Analisa Kierkegaard tetnang lompatan iman,  yaitu mencintai tanpa syarat dalam kepasrahan pada Al-Quran. Analisa dari Heidegger, bahwa aleteia atau penyingkapan terjadi begitu saja. Dan apa eksistensi kita pada kejadian seperti kasus untuk menyerahkan masalah pada Al-Quran tadi akan membentuk sebagai tindakan. 


Eksistensialis terkenal dengan Ateismenya, tapi methode bereksistensi melalaui alQuran telah menjelaskan pada anda bahwa makna Ateis sebenearnya bukan sesuatu yang bisa kita nilai dari Luar, tapi hanya yang bereksistensi sendiri yang tahu. Terkadang kita rajin sholat tapi kita tanpa proses eksistensialisasi. Bisa saja kita ateis saat sholet itu. Kereligiusan seseorang itu terletak pada bagaimana dia meletakan nilai nya untuk sebuah tindakan, artinya sebuah yang dihayati hingga termanisfestasi pada sikap kebendaan. Tapi kita terlalu sibuk menilai benda,  wkwkwkk

Comments

Popular posts from this blog

Apolonian dan Dynosian Sekaligus

Install Driver WiFi

Privacy ADB GMS