Diam adalah Pertanda Tidak Cerdas
Abstract : Tulisan ini mengkritik pandangan bahwa diam adalah ciri kecerdasan. Beragam argument yang muncul dari pandangan ini sebenarnya kurang kuat. Terkadang pandangan diam adalah ciri kecerdasan adalah sikap ketidak mampuan kita untuk menkomunikasikan sesuatu. Bagaimana jika kita tidak berbicara, akankah Dosen harus diam ketika dia mengajar? Apakah Dokter harus diam ketika konsultasi? Lalu bagaimana methode komunikasi yang baik dalam diam, jika diam sendiri adalah tidak berbicara. Banyak media untuk berbicara. Perupa akan membuat lukisan untuk berbicara. Wartawan akan menulis untuk berbicara. Jika kita tidak melakukan wanwancara pekerjaan dapatkah kita mendapatkan uang?
Ada media yang mengungkapkan bahwa orang berilmu banyak akan lebih banyak diam ketimbang orang berilmu sedikit. Benarkah pandangan itu? Kita mulai dari pertanyaan, "Bagaimana kita bisa menentukan kecerdasan seseorang?". Kita menentukan kecerdasan seseorang menurut apa yang dia interpretasikan pada kejadian yang muncul pada dirinya. Lalu jika dia tidak mengintrepretasikan melalui media komunikasi, bagaimana cara dia untuk bisa dinilai cerdas oleh orang lain? Ada musisi, terkadang karyanya dianggap jenius karena mendobrak nilai nilai yang menjadi pakem di masyarakat. Terus apakah dia diam? Andai saja dia diam dengan tidak membuat karya musik misalkan, bisakah kita menilai bahwa dia cerdas. Dari gambaran ini kita melihat bahwa kita membutuhkan manifestasi kercerdasan yang perlu di "bicarakan" pada medium dan ini merupakan bentuk komukasi.
Kecerdasan memang beragam, ada spasial, lingusitik, numerik, atau logika. Tapi kita hanya bisa mengetahui bahwa nilai iq mereka tinggi ketika mereka selesai mengerjakan soal TPA dan andai dia jenius sekali, apakah nilai IQ dia harus 0 karena tidak mengerjakan sama sekali. Karena ciri manusia cerdas adalah diam.
Kita melihat betapa jeniusnya seorang mati, karena dia tetap diam ketika dia dihadapkan dengan buku fisika. Coba kita bayangkan, seorang dosen yang mengajar dikelas, dia diam dalam seluruh kelasnya, maka betapa jeniusnya dosen itu.
Kita harus memperbaiki lagi pandangan bahwa ciri kecerdasan adalah diam. Tanpa sebuah pembicaraan, kita tidak bisa berkembang. Seorang mungkin tidak akan pernah mengetahui tentang kota Paris, jika semua orang diam. Misalkan semua masyarakat menjadi cerdas dan dia menjadi diam. Kita lalu memiliki seorang anak yang dibesarkan di lingkungan jenius (semua orang diam), saya ragu dia bahkan untuk dia bisa mengetahui Kota Paris.
Berbicara tidak sekadar memodulasi gelombang udara untuk bisa didengar menjadi medium komunikasi. Berbicara juga bisa dilakukan dengan beragam karya, paper, lukisan, musik, film dan sebagainya. Tapi berbicara dengan memodulasi gelombang udara pun seorang harus memiliki kecerdasan bahasa. Tanpa kecerdasan itu maka seseorang hanya seperti bayi. Kita tahu bahwa kecerdasan ada dipikiran orang tapi kecerdasan perlu dikomunikasikan untuk bisa dinilai cerdas.
Comments
Post a Comment