Membaca Buku

Mungkin akan ada pertanyaan, dari mana anda memulai membaca buku? Iya waktu itu saya bertanya pada dosen saya yang bernama Pak Suhartono, pertanyaannya sangat alay, "Bagaimana cara saya menjadi engineer terbaik seantero jagad?", dan pertanyaan itu saya tanyakan terus ke dosen lainnya. 67 persen mereka menjawab dengan cara membaca buku. Mungkin sejak itu saya mulai menilik lagi proses literasi. Saya memulai membaca buku. Dulu mungkin saya sangat antusias dengan soal-soal dalam buku tersebut untuk dikerjakan, namun hal itu cukup membuat saya lelah. 

Suatu hari saya sepertinya mulai kehilangan kesadaran pada pikiran saya. Kegelisahan dalam pikiran saya itu banyak muncul. Jadi bagaimana seorang yang ingin mencapai cita-cita "menjadi seorang engineer terbaik seantero jagad" bisa tercapai dengan kecerdasan yang menumpul. Nah karena pikiran saya yang mulai kurang berkualitas saya kemudian menaikkan kuantitas membaca buku untuk subsidi kecerdasan saya yang mulai tumpul. 

Ada suatu saat saya merasa tertantang ketika beberapa dosen mulai meremahkan kemampuan saya. Akhirnya saya baca buku referensi sampai selesai dalam waktu satu malam, dan semenjak saat itu saya bisa menjawab semua pertanyaan dari dosen itu. Efek ini terlihat baik, karena saya semakin meningkatkan membaca buku, bahkan pada tahun 2017-2018 saya bisa mencapai rata-rata membaca buku hingga 3.0 - 3.6 buku perhari. Saya hitung itu setiap bulan dan ternyata bermacam macam. Saya kumpulkan dalam folder dan saya pisahkan buku yang telah terbaca semua dan belum dan ternyata saya mampu membaca lebih dari 1200 buku pertahun. Walaupun terlihat baik, namun saya menyadari jumlah segitu justru menambahkan informasi yang terlalu banyak dan justru menyebabkan memori saya menjadi lupa tentang apa yang pernah saya baca. Untuk itu saya menulis dalam blog, sekalian meresensi buku yang telah dibaca. Walaupun ada kesamaan antara buku satu dengan buku yang lain itu mempermudah ternyata jangkauan buku saya juga sangat beragam. Terkadang saya bisa membaca tentang topik spring boot dari buku satu, dan ternyata aku membaca buku lagi di buku lainya jumlahnya 4 misalkan. Itu membantu saya untuk sekalian mengingat apa yang telah saya pelajari dari buku sebelumnya. Tetapi sayang beberapa konsep yang penting justru saya terlihat skip karena konsepnya terlalu berat, saya baca dan saya berusaha pahami dan saya coba interpretasikan dalam kehidupan nyata tapi setiap hari selalu ada buku baru yang bisa saya download dari https://gen.lib.rus.ec jadi akan menguap pada saatnya, saya beruntung menulis waktu itu. 

Lalu apakah hidupku berubah dari sebelum membaca buku 1000 buku pertahun dengan setelah membaca buku diatas 1200 buku setahun itu? Jelas berbeda, saya lebih rileks dan percaya diri. Memang saya sadar saya tidak memahami secara menyeluruh 1200 buku tadi tapi orang yang saya ajak bicara sekalipun juga tidak membaca buku sebanyak itu, walaupun saya tidak memahami secara menyeluruh saya yakin pemahaman saya tentang itu masih lebih baik dari pada orang yang tidak membaca sama sekali. Artinya dulu saya yang selalu merasa takut untuk bertindak menjadi lebih percaya diri untuk melakukan tindakan, walaupun ragu itu masih ada. 

Memang diperjalanan ketika kita membaca buku banyak yang mengkritik tindakan itu. Misal pendapat tentang apakah saya benar-benar membaca buku itu?  Awalnya saya memang merasa tersinggung, kemudian saya lihat lagi daftar buku yang telah saya baca dan memang ada buku itu. Terkadang argumentnya juga aneh, misal jika dia belajar filsafat harusnya dia membaca Marx, walaupun argumentnya itu aneh saya jadi semakin bersemangat membaca Marx walaupun saya sadari buku itu hanya buku ekonomi, bukan buku filsafat. Tapi ya sudah lah. Saya terprovokasi memabaca Marx dan menghabiskan waktu untuk membacanya, kalau dihitung palingan cuma hilang 5 jam dalam kehidupanku untuk egoisme orang. Lagi pula kita sering menghabiskan waktu untuk egoisme orang bahkan bertahun-tahun, kalau 5 jam saya pikir itu bukan masalah. Toh kita menghabiskan waktu kita untuk hidup yang sia-sia bagi orang yang tidak beriman, dari lahir sampai mati. Semua biasa saja.

Saya pikir waktu itu saya membaca buku hanya untuk menghilangkan stress. Seperti juga kita datang ke kelas untuk mendengarkan pembicara di depan selama 2 jam, karena untuk melupakan kehidupan kita yang aslinya membutuhkan mental yang lebih kuat ketimbang aturan yang jelas. Bisa jadi, karena didunia nyata itu sifatnya absurd jadi kita harus  selalu waspada dan kita terkadang tidak tahu apa yang kita waspadai, berbeda dengan membaca buku atau hadir di kelas misalkan, kau cukup ikuti aturan datang mendengarkan kemudian pulang, atau mulai membaca, membaca dan membaca kemudian selesai. Hal ini mungkin bisa mengurangi imajinasi, atau pikiran buruk didalam sesuatu yang tidak jelas harus kita pahami. Sebuah methode untuk menghindari dari maksiat, menunggu waktu solat, menunggu tugas dari atasan atau mungkin bisa sebagai methode untuk menunda kekalahan gaya Chairil Anwar. 

Oke Begitulah saya membaca buku, jika anda?

Comments

Popular posts from this blog

Apolonian dan Dynosian Sekaligus

Install Driver WiFi

Privacy ADB GMS